Sebelumnya ane ucapkan Assalamualaikum kepada agan dan sista
yang membaca tulisan ini. Perkenalkan ane adalah buruh atau karyawan rendahan
di sebuah perusahaan swasta sekitaran Jabodetabek. Sehari-hari dalam mengarungi
aktivitas ane menempuh jarak kurang lebih 50 Km sekali berangkat, jadi untuk PP
mencapai 100 Km atau bisa jadi lebih karena terkadang ada keperluan lain di
luar jarak rumah perusahaan.
Sebagaimana pekerja yang dituntut ketepatan waktu tiba di
tempat kerja, ane memanfaatkan alat transportasi roda 2 atau sepeda motor.
Kendaraan ini memang harus diakui lincah dalam melibas kepadatan arus lalu
lintas pada jam-jam kerja. Selain lincah kendaraan ini juga jauh lebih sedikit
dalam mengkonsumsi BBM, tidak seperti kendaraan roda empat atau lebih. Dari
segi penampilan, sepeda motor juga diyakini mempunyai fans fanatic akibat
model-model sepeda motor yang demikian besar variasinya mulai dari sepeda motor
matic, bebek, scooter, sepeda motor laki, moge atau motor gede, motor sport,
dan motor trail. Variasi model sepeda motor yang sangat besar menjadi magnet
untuk banyak orang pula saat melirik tunggangan terbaik sesuai selera
masing-masing.
Alat transportasi massa yang terkenal tak nyaman dan tak
aman sering dituding sebagai salah satu dalang dari mengguritanya pengguna
sepeda motor yang mengaspal di ruas-ruas jalan Jabodetabek. Tapi bukan itu yang
justeru menarik untuk diperhatikan. Pernah tidak terfikirkan bahwa
infrastruktur jalan raya yang ada di kota besar di Jabodetabek sebenarnya tidak
layak untuk di lalui oleh kendaraan roda dua dengan spesifikasi untuk jalanan
mulus perkotaan.
Ruas-ruas jalan di Jabodetabek penuh dengan lubang-lubang. Bahkan
yang paling menyakitkan, sudahlah jalan jelek penuh lubang, ditambah lagi
dengan poldur atau polisi tidur yang tersebar di sepanjang jalan tersebut. Ironi
dan sangat menyakitkan untuk pinggang dan tentu saja untuk roda, bearing, shock
breaker sepeda motor saya. Dengan maraknya polisi tidur di ruas-ruas jalan,
seolah-olah memberi pengesahan kepada para pemborong perbaikan jalan untuk
bekerja seadanya. Terbukti, kalaupun ada penambalan aspal pasti dilakukan
dengan cara serampangan karena aspal tambalan pasti akan lebih tinggi daripada
aspal aslinya. Mungkin mereka berfikir, toh ketinggian tambalan itu tidak
setinggi poldur.
Ini sungguh menyakitkan. Setiap hari ane harus mengarungi
ruas-ruas jalan penuh lubang, penuh tambalan dan penuh poldur. Perut menjadi mual seperti terkocok saat melindas poldur atau terpaksa masuk lubang baik besar maupun kecil. Kepala menjadi pusing karena guncangan, bahkan saat malam hari hendak beranjak tidur, ane masih tetap merasakan guncangan itu, luar biasa bukan. Kondisi seperti ini mengingatkan ane saat dulu naik kapal laut selama 3 hari 3 malam. Begitu tiba di darat, rasa bergoyang itu masih ane rasakan sampai beberapa hari ke depan, nah pada kasus naik motor di jalan penuh lubang ane juga merasakan hal yang sama. Di sini ane
bukannya tidak bersyukur dengan kondisi jalan yang terlihat bagus dibandingkan
daerah-daerah tertentu seperti Warna Herang Gunung Putri, atau Sentul, ini menjadi tuntutan
bahwa pemerintah dan pihak-pihak berwenang dengan masalah infrastruktur harus
lebih mengutamakan mutu aspal atau coran semen jalan raya.
Konsumen sepeda motor juga seharusnya bisa lebih cerdas
dalam beradaptasi dengan aspal tidak bersahabat seperti ini. Akibat terhipnotis
dengan spesifikasi motor yang canggih, model yang terlihat modis sporty dan
dinamis, mereka sering lupa, motor-motor cantik itu akan melindas aspal yang
seperti apa. Dengan shockbreaker yang imut-imut, strip-strip motor yang memang
keliatan modis atau genit, rangka motor nan unyu-unyu, kecepatan motor yang
digadang-gadang mampu menyentuh angka 100 kpj pada speedo meter, ternyata di
jalan raya mereka harus diperkosa untuk melintasi jalan berbatu, berlubang,
berlubang menjebak (jalan raya mulus tapi punya lubang-lubang dalam sebagai
aksesoris), poldur menggila, dan kolam-kolam jalanan. Jalan kolam lele
Ini semua menjadi fenomena bahwa konsumen sepeda motor yang
tercatat dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencapai
86,253 juta unit sepeda motor di seluruh Indonesia pada April 2014. Jumlah itu
naik 11 % dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit, sudah termakan oleh
marketing sepeda motor yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Dan yang tidak kalah
penting, konsumen sepeda motor juga sudah terbius dengan kredit sepeda motor
yang juga salah peruntukan spec sepeda motornya.
Mengapa sepeda motor trail tidak mewabah dibandingkan sepeda
motor kota. Padahal kalau kita renungkan, sepeda motor trail atau sepeda motor
offroad adalah type sepeda motor paling ideal untuk menghadapi kerasnya infra
struktur jalan raya di Jabodetabek. Sangat sulit dipercaya, bahwa para biker
dan juga para fanatic fans merk dan type sepeda motor di Indonesia sedang
dicuci otak dan diperdaya oleh market sepeda motor kota beraspal hot mix mulus. Mereka
terbuai dalam angan keanggunan, kecantikan, dan kecepatan sepeda motor tanpa
melihat bahwa di alam nyata, ruas jalan bukan untuk dilalui kendaraan-kendaraan
ringkih nan imut tersebut. Ironi dan kasihan sekali.
Motor trail dengan perawakannya yang tinggi diyakini pasti
dapat dengan mudah melalui poldur. Dengan suspensinya yang kokoh dan ban
bertekstur kasar atau kotak-kotak pasti akan enak diajak bermanuver di
jalan-jalan lubang menganga atau mungkin jalanan kolam
. Tambalan-tambalan aspal yang menggunduk dibanding aspal sekitarnya bukan halangan bagi sepeda motor ini. Tidak ada yang kurang dari jenis sepeda motor ini untuk mengarungi ruas-ruas jalan di kota kita seputaran Jabodetabek.
. Tambalan-tambalan aspal yang menggunduk dibanding aspal sekitarnya bukan halangan bagi sepeda motor ini. Tidak ada yang kurang dari jenis sepeda motor ini untuk mengarungi ruas-ruas jalan di kota kita seputaran Jabodetabek.
Maaf saya salah, ada yang kurang, dan pastinya segala
sesuatu pasti ada kekurangannya. Sepeda motor trail baru kekurangannya adalah
harga yang relative mahal. Sepeda motor trail harga termurah mencapai 29 juta
dalam Rupiah, seperti trail Kawas*ki. KTM dan merk lainnya seperti Yamaho dan
Hondo punya sepeda motor yang mencapai harga 100 sampai dengan 200 juta Rupiah.
Yah, itulah kelemahan sepeda motor trail.
No comments:
Post a Comment