Saturday 28 June 2014

Pengguna Sepeda Motor Indonesia Tertipu!?




Sebelumnya ane ucapkan Assalamualaikum kepada agan dan sista yang membaca tulisan ini. Perkenalkan ane adalah buruh atau karyawan rendahan di sebuah perusahaan swasta sekitaran Jabodetabek. Sehari-hari dalam mengarungi aktivitas ane menempuh jarak kurang lebih 50 Km sekali berangkat, jadi untuk PP mencapai 100 Km atau bisa jadi lebih karena terkadang ada keperluan lain di luar jarak rumah perusahaan.
Sebagaimana pekerja yang dituntut ketepatan waktu tiba di tempat kerja, ane memanfaatkan alat transportasi roda 2 atau sepeda motor. Kendaraan ini memang harus diakui lincah dalam melibas kepadatan arus lalu lintas pada jam-jam kerja. Selain lincah kendaraan ini juga jauh lebih sedikit dalam mengkonsumsi BBM, tidak seperti kendaraan roda empat atau lebih. Dari segi penampilan, sepeda motor juga diyakini mempunyai fans fanatic akibat model-model sepeda motor yang demikian besar variasinya mulai dari sepeda motor matic, bebek, scooter, sepeda motor laki, moge atau motor gede, motor sport, dan motor trail. Variasi model sepeda motor yang sangat besar menjadi magnet untuk banyak orang pula saat melirik tunggangan terbaik sesuai selera masing-masing.

Alat transportasi massa yang terkenal tak nyaman dan tak aman sering dituding sebagai salah satu dalang dari mengguritanya pengguna sepeda motor yang mengaspal di ruas-ruas jalan Jabodetabek. Tapi bukan itu yang justeru menarik untuk diperhatikan. Pernah tidak terfikirkan bahwa infrastruktur jalan raya yang ada di kota besar di Jabodetabek sebenarnya tidak layak untuk di lalui oleh kendaraan roda dua dengan spesifikasi untuk jalanan mulus perkotaan.

Ruas-ruas jalan di Jabodetabek penuh dengan lubang-lubang. Bahkan yang paling menyakitkan, sudahlah jalan jelek penuh lubang, ditambah lagi dengan poldur atau polisi tidur yang tersebar di sepanjang jalan tersebut. Ironi dan sangat menyakitkan untuk pinggang dan tentu saja untuk roda, bearing, shock breaker sepeda motor saya. Dengan maraknya polisi tidur di ruas-ruas jalan, seolah-olah memberi pengesahan kepada para pemborong perbaikan jalan untuk bekerja seadanya. Terbukti, kalaupun ada penambalan aspal pasti dilakukan dengan cara serampangan karena aspal tambalan pasti akan lebih tinggi daripada aspal aslinya. Mungkin mereka berfikir, toh ketinggian tambalan itu tidak setinggi poldur.

Ini sungguh menyakitkan. Setiap hari ane harus mengarungi ruas-ruas jalan penuh lubang, penuh tambalan dan penuh poldur. Perut menjadi mual seperti terkocok saat melindas poldur atau terpaksa masuk lubang baik besar maupun kecil. Kepala menjadi pusing karena guncangan, bahkan saat malam hari hendak beranjak tidur, ane masih tetap merasakan guncangan itu, luar biasa bukan. Kondisi seperti ini mengingatkan ane saat dulu naik kapal laut selama 3 hari 3 malam. Begitu tiba di darat, rasa bergoyang itu masih ane rasakan sampai beberapa hari ke depan, nah pada kasus naik motor di jalan penuh lubang ane juga merasakan hal yang sama. Di sini ane bukannya tidak bersyukur dengan kondisi jalan yang terlihat bagus dibandingkan daerah-daerah tertentu seperti Warna Herang Gunung Putri, atau Sentul, ini menjadi tuntutan bahwa pemerintah dan pihak-pihak berwenang dengan masalah infrastruktur harus lebih mengutamakan mutu aspal atau coran semen jalan raya.

Konsumen sepeda motor juga seharusnya bisa lebih cerdas dalam beradaptasi dengan aspal tidak bersahabat seperti ini. Akibat terhipnotis dengan spesifikasi motor yang canggih, model yang terlihat modis sporty dan dinamis, mereka sering lupa, motor-motor cantik itu akan melindas aspal yang seperti apa. Dengan shockbreaker yang imut-imut, strip-strip motor yang memang keliatan modis atau genit, rangka motor nan unyu-unyu, kecepatan motor yang digadang-gadang mampu menyentuh angka 100 kpj pada speedo meter, ternyata di jalan raya mereka harus diperkosa untuk melintasi jalan berbatu, berlubang, berlubang menjebak (jalan raya mulus tapi punya lubang-lubang dalam sebagai aksesoris), poldur menggila, dan kolam-kolam jalanan. Jalan kolam lele


Ini semua menjadi fenomena bahwa konsumen sepeda motor yang tercatat dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencapai 86,253 juta unit sepeda motor di seluruh Indonesia pada April 2014. Jumlah itu  naik 11 % dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit, sudah termakan oleh marketing sepeda motor yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Dan yang tidak kalah penting, konsumen sepeda motor juga sudah terbius dengan kredit sepeda motor yang juga salah peruntukan spec sepeda motornya.

Mengapa sepeda motor trail tidak mewabah dibandingkan sepeda motor kota. Padahal kalau kita renungkan, sepeda motor trail atau sepeda motor offroad adalah type sepeda motor paling ideal untuk menghadapi kerasnya infra struktur jalan raya di Jabodetabek. Sangat sulit dipercaya, bahwa para biker dan juga para fanatic fans merk dan type sepeda motor di Indonesia sedang dicuci otak dan diperdaya oleh market sepeda motor kota beraspal hot mix mulus. Mereka terbuai dalam angan keanggunan, kecantikan, dan kecepatan sepeda motor tanpa melihat bahwa di alam nyata, ruas jalan bukan untuk dilalui kendaraan-kendaraan ringkih nan imut tersebut. Ironi dan kasihan sekali.

Motor trail dengan perawakannya yang tinggi diyakini pasti dapat dengan mudah melalui poldur. Dengan suspensinya yang kokoh dan ban bertekstur kasar atau kotak-kotak pasti akan enak diajak bermanuver di jalan-jalan lubang menganga atau mungkin jalanan kolam
. Tambalan-tambalan aspal yang menggunduk dibanding aspal sekitarnya bukan halangan bagi sepeda motor ini. Tidak ada yang kurang dari jenis sepeda motor ini untuk mengarungi ruas-ruas jalan di kota kita seputaran Jabodetabek.
Jalan Cikeas Udik dekat dengan kediaman RI 1 SBY

Maaf saya salah, ada yang kurang, dan pastinya segala sesuatu pasti ada kekurangannya. Sepeda motor trail baru kekurangannya adalah harga yang relative mahal. Sepeda motor trail harga termurah mencapai 29 juta dalam Rupiah, seperti trail Kawas*ki. KTM dan merk lainnya seperti Yamaho dan Hondo punya sepeda motor yang mencapai harga 100 sampai dengan 200 juta Rupiah. Yah, itulah kelemahan sepeda motor trail.

No comments:

Post a Comment